Advertisement

Main Ad

Mang Koko : Legenda karawitan Sunda

Salam Pramuka!
winayajayasakti.org - Apa kabarnya kakak semua? semoga saat membaca ini sedang dalam keadaan yang paling baik. Amiinn. Postingan ini merupakan Rubrik Tokoh dari weblog kami, untuk Tokoh lainnya bisa kakak baca disini.


Mang Koko

Koko Koswara atau yang lebih terkenal dengan panggilan Mang Koko ini lahir di Indihiang, Tasikmalaya, 10 April 1917 – meninggal di Bandung, 4 Oktober 1985 pada umur 68 tahun), biasa dipanggil Mang Koko, adalah seorang seniman Sunda. “Mang Koko merupakan pembaru musik Sunda. Mang Koko adalah orang Sunda pertama yang memasukkan dasar perkusi ke dalam lagu-lagunya, seperti pada tembang ‘Mundingglaya’, Mang Koko memasukkan suara kentongan. Tetapi di bagian lain lagi, ia melengkapi bunyi kecapi dengan merintis pemakaian elektrik,” ujar seniman Sunda Atang Warsita

Perjalanan Seni
Bakat seni yang dimilikinya berasal dari ayahnya yang tercatat sebagai juru mamaos Ciawian dan Cianjuran. Kemudian ia belajar sendiri dari seniman-seniman ahli karawitan Sunda yang sudah ternama dan mendalami hasil karya bidang karawitan dari Raden Machjar Angga Koesoemadinata, seorang ahli musik Sunda.

Ia juga tercatat telah mendirikan berbagai perkumpulan kesenian, diantaranya: Jenaka Sunda Kaca Indihiang (1946), Taman Murangkalih (1948), Taman Cangkurileung (1950), Taman Setiaputra (1950), Kliningan Ganda Mekar (1950), Gamelan Mundinglaya (1951), dan Taman Bincarung (1958).

Mang Koko juga mendirikan sekaligus menjadi pimpinan pertama dari Yayasan Cangkurileung pusat, yang cabang-cabangnya tersebar di lingkungan sekolah-sekolah seprovinsi Jawa Barat. Ia juga mendirikan dan menjadi pimpinan Yayasan Badan Penyelenggara Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI), Bandung (1971). Pernah pula ia menerbitkan majalah kesenian "Swara Cangkurileung" (1970-1983).

Karya cipta kakawihan yang ia buat dikumpulkan dalam berbagai buku, baik yang sudah diterbitkan maupun yang masih berupa naskah-naskah, diantaranya Resep Mamaos (Ganaco, 1948), Cangkurileung (3 jilid/MB, 1952), Ganda Mekar (Tarate, 1970), Bincarung (Tarate, 1970), Pangajaran Kacapi (Balebat, 1973), Seni Swara Sunda atau Pupuh 17 (Mitra Buana, 1984), Sekar Mayang (Mitra Buana, 1984), Layeutan Swara (YCP, 1984), Bentang Sulintang atau Lagu-lagu Perjuangan dan sebagainya.

Karya-karyanya bukan hanya dalam bidang kawih, tapi juga dalam bidang seni drama dan gending karesmen. Dalam hal ini tercatat misalnya Gondang Pangwangunan, Bapa Satar, Aduh Asih, Samudra, Gondang, Samagaha, Berekat Katitih Mahal, Sekar Catur, Sempal Guyon, Saha?, Ngatrok, Kareta Api, Istri Tampikan, Si Kabayan, Si Kabayan jeung Raja Jimbul, Aki-Nini Balangantrang, Pangeran Jayakarta, dan Nyai Dasimah.

Riwayat Singkat Mang Koko
Almarhum mengikuti pendidikan sejak HIS (1932), MULO Pasundan (1935). Bekerja sejak tahun 1937 berturut-turut di Bale Pamulang Pasundan, Paguyuban Pasundan, De Javasche Bank, Surat Kabar Harian Cahaya, Harian Suara Merdeka, Jawatan Penerangan Provinsi Jawa Barat. Jiwa berkeseniannya menjadikan Mang Koko merasa tertarik untuk menjadi pengajar di Konsevatori Karawitan Bandung (SMKI-sekaran SMKN 10) kemudian menjadi Direktur Konservatori Karawitan Bandung (1961-1973), Dosen Luar Biasa di Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Bandung (sekarang Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung) dan almarhum wafat di Bandung, 4 Oktober 1985, pada umur 68 tahun.

Saat membaca riwayat kehidupan Mang Koko, akan ditemui seorang manusia yang telah memasrahkan jiwa dan raganya demi kehidupan dan kelestarian seni, khususnya seni Sunda. Namun ia merasa sudah cukup bila ia disebut sebagai seorang penghalus jiwa, sebab seperti diungkapkan dalam salah satu kawihnya, seni adalah penghalus jiwa.

Nah itu dia hebatnya Mang Koko apalagi dalam dunia Karawitan Sunda, Mau tau lagunya Mang Koko? saat ini banyak sekali di Youtube mulai dari original sampai aransemen musisi tanah air. Sekian rubrik Tokoh kali ini, jangan lupa baca artikel singkat tentang tokoh lainnya disini.

Salam Pramuka!

Posting Komentar

0 Komentar